sedangkan korupsi SDA mulai mengancam didepan mata. Penerimaan negara dari SDA nilainya memang bukan main, di semester I tahun 2018 penerimaan negara dari Migas dan Tambang saja mencapai Rp 58,75 triliun, menurut data kementerian ESDM capaian ini sudah 73,12 persen melebih target , dengan nilai yang sebegitu besar apa dampaknya bagi lingkunga kira-kira? Memiliki kekayaan SDA yang melimpah boleh jadi bikin kita bangga, apa lagi penerimaan negara yang bukan main besarnya. tapi apakah ini sebanding dengan yang telah kita korbankan untuk mencapai target penerimaan negara?

Dibalik pengerukan SDA secara besar-besaran, banyak cerita yang bisa jadi tidak sebanding dengan nilai keuntungan yang negara ini dapatkan. Disisi lain Pengerukan SDA yang dibalut sebagai Pengelolaan SDA sering melahirkan berbagai masalah, misalnya saja kebakaran hutan, konflik lahan, ancaman kepunahan satwa langka, korupsi, deforestasi hutan juga kriminalisasi kepada orang-orang yang mencoba memperjuangkan lingkungannya. Nilai rupiah kerugian lingkungan dari korupsi SDA pun jarang diketahui oleh publik dan bahkan tidak muncul dalam beberapa persidangan kasus, namun ada satu kasus yang ditangani oleh KPK yang bisa menjadi terobosan dalam menangani kasus korupsi SDA

Kasus korupsi pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam merupakan contoh bagaimana nilai kerugian lingkungan akibat korupsi SDA sebenarnya dapat dihitung dengan bantuan ahli lingkungan dan kesaksian ahli tersebut dapat digunakan sebagai bukti dalam persidangan untuk memperkuat tuntutan jaksa KPK serta memperberat hukuman bagi tersangka korupsi. Namun dalam prosesnya kesaksian ahli lingkungan terancam oleh serangan balik dari para pelaku korupsi.

Kasus Basuki Wasis

Salah satu kendala dalam mengadvokasi kasus lingkungan adalah adanya usaha serangan balik dari pihak perusahaan atau pelaku korupsi kepada para pejuang lingkungan, ada beberapa cara diataranya melakukan kriminalisasi kepada mereka, baik itu kepada warga, aktivis maupun saksi ahli dalam persidangan yang membantu mengungkap nilai kerugian lingkungan dalam persidangan.

Salah satu contoh adalah kasus kriminalisasi kepada Basuki Wasis. Basuki Wasis adalah Akademisi Institut Pertanian Bogor yang diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menghitung kerugian lingkungan akibat dari pengelolaan SDA yang menyimpang. Salah satu kasus yang ditangani oleh KPK dan membutuhkan keahlian dari Basuki Wasis adalah kasus korupsi pemberian IUP kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) yang dilakukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Nur Alam adalah Gubernur ke enam yang ditangkap oleh KPK. Nur alam sudah divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan hukuman penjara 12 tahun dan diwajibkan membayar denda sebesar 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, kemudian Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding yang diajukan oleh KPK, Vonis Nur Alam diperberat menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Nur Alam tetap diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar. Hakim tingkat banding juga tetap menjatuhkan hukuman berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun.

Dalam kasus Nur Alam, Basuki Wasis menghitung kerugian lingkungan akibat dari kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT AHB, dalam kesaksiannya Basuki Wasis menerangkan bahwa kerusakan lingkungan dalam perkara korupsi yang melibatklan Nur Alam mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,7 triliun.

Metode perhitungan kerugian lingkungan yang dilakukan Basuki Wasis sebenarnya adalah metode yang sudah dibakukan oleh Kementerian LHK, metode ini juga telah digunakan dalam berbagai kasus korupsi SDA lainnya. Basuki Wasis juga menjelaskan kepada tirto.id bahwa hasil Rp2,7 triliun yang ia keluarkan merupakan estimasi minimum dari total kerusakan lingkungan akibat ulah Nur Alam.

Akibat kesaksiannya, Basuki Wasis digugat oleh Nur Alam, dalam gugatannya Nur Alam menggunakan pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dalam gugatannya Nur Alam menuntut Basuki Wasis untuk mengganti kerugian materiil yang dialaminya sebesar Rp1,7 miliar dan kerugian immateriil sebesar Rp3 triliun.

Saat ini gugatan Nur Alam sudah diproses pengadilan Cibinong, kedepan Basuki Wasis akan mengahadapi pembacaan gugatan karena sebelumnya dalam proses mediasi kedua belah pihak tidak menemui titik temu untuk menyelesaikan perkara ini

Mengancam Pemberantasan Korupsi

Hal yang telah menimpa Basuki Wasis bisa jadi tidak hanya mengancam orang yang bersangkutan atau pun hanya pada kasus korupsi yang melibatkan Nur Alam, jika gugatan Nur Alam di Pengadilan Cibinong diterima maka akan ada efek domino yang menimpa berbagai kasus korupsi SDA yang melibatkan kesaksian para ahli lingkungan.

Hal yang dialami oleh Basuki Wasis merupakan bagian dari serangan balik terhadap partisipasi publik dalam lingkungan hidup atau dikenal Strategic Lawsuit Agains Pubic Partisipation (SLAPP). Pasal 66 UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup jelas menyebutkan: “Setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan i’tikad baik tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Jika gugatan terhadap Basuki Wasis diterima, hal ini akan menjadi teror bagi siapa saja yang akan menjadi ahli di persidangan kedepannya.

Gugatan yang dilakukan Nur Alam menjadi ancaman bagi kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, juga akan berakibat dalam proses kedepan karena KPK saat ini juga sedang membidik kasus-kasus korupsi SDA lainnya.

Menghitung kerugian lingkungan sebagai bukti dipersidangan kasus korupsi SDA merupakan terobosan baru dalam pemberantasan korupsi, artinya KPK dan penegak hukum lainnya bisa memaksimalkan pengembalian kerugian negara atas perbuatan korupsi yang merusak lingkungan. Terobosan ini juga bisa digunakan dalam kasus korupsi SDA lainnya sehingga ini bisa menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada para pelaku korupsi SDA dan pada akhirnya dapat menimbulkan efek jera.

Kerugian lingkungan sebesar Rp2,7 triliun adalah angka yang diungkap hanya dari 1 kasus, jika terobosan dalam menghitung dampak ekologis terus diterapkan pada kasus-kasus lain bukan tidak mungkin jika kerugian ini dijumlahkan akan menghasilkan angka kerugian yang fantastis. Jika itu terbukti maka pemerintah perlu menciptakan cara pengelolaan SDA yang lebih baik dan jauh dari praktek-praktek korupsi.

225 Shares
Tweet
Share225